Kota Batu: Dari pertanian menuju destinasi wisata populer di usia ke-23. (Dok, Ist) |
KOTA BATU, BatuTerkini.id - Pada tanggal 17 Oktober 2024, Kota Batu merayakan hari jadinya yang ke-23, menandai transformasi luar biasa dari daerah agraris menjadi salah satu destinasi wisata terkemuka di Indonesia.
Awalnya merupakan bagian dari Kabupaten Malang dan terkenal dengan hasil pertaniannya, Kota Batu kini menjadi tujuan favorit wisatawan nasional dan internasional.
Sejarah dan Asal Usul Nama Kota Batu
Kota Batu telah dikenal sejak abad ke-10 sebagai tempat peristirahatan keluarga kerajaan berkat lokasinya yang strategis di dataran tinggi.
Salah satu bukti peninggalan sejarahnya adalah Candi Songgoriti, yang dibangun pada masa Kerajaan Medang di bawah pimpinan Raja Sindok.
Nama "Batu" kabarnya berasal dari seorang pengikut Pangeran Diponegoro, Abu Ghonaim atau Kiai Gubug Angin, yang dikenal penduduk setempat sebagai Mbah Wastu.
Dengan perubahan sebutan oleh lidah Jawa, nama tersebut akhirnya menjadi Mbatu, hingga digunakan hingga sekarang.
Selama masa kolonial, Kota Batu dijuluki sebagai De Kleine Zwitserland atau Little Switzerland in Java oleh orang-orang Belanda karena keindahan alamnya.
Kota ini menjadi tempat peristirahatan mereka, dengan banyak dari mereka membangun rumah di kawasan ini.
Dari Pertanian Menuju Pariwisata
Awalnya, Kota Batu dikenal sebagai pusat agraria.
Terletak di lereng Gunung Arjuno-Welirang dan Gunung Butak-Kawi-Panderman, tanah di wilayah ini sangat subur dan mendukung produksi berbagai hasil pertanian, terutama apel, sehingga Kota Batu dikenal sebagai Kota Apel.
Selain itu, Batu juga menjadi produsen sayuran, bunga, dan buah yang dikirim hingga ke pasar internasional.
Namun, seiring berjalannya waktu, Kota Batu berkembang menjadi pusat wisata. Kini, kota ini disebut sebagai salah satu destinasi wisata terbesar di Indonesia, bersama Yogyakarta dan Bali.
Wisata di Kota Batu menawarkan berbagai pilihan, mulai dari wisata alam hingga taman hiburan seperti Jatim Park, Batu Night Spectacular (BNS), Museum Angkut, hingga Batu Flower Garden.
Aktivitas seperti paralayang di Gunung Banyak, rafting, dan pendakian Gunung Panderman menambah daya tarik wisata Kota Batu.
Berkembangnya pariwisata di Kota Batu mendorong peningkatan fasilitas akomodasi, mulai dari hotel, resort, hingga villa.
Songgoriti terkenal sebagai area penyewaan villa dengan pemandangan alam yang indah, dan banyak kafe serta restoran yang menawarkan panorama pegunungan.
Tantangan Lingkungan dan Pengelolaan Wisata
Sayangnya, perkembangan pesat sektor pariwisata membawa tantangan tersendiri, terutama bagi lingkungan. Pembangunan hotel, restoran, dan infrastruktur pariwisata lainnya telah mengurangi tutupan hutan, yang menyebabkan masalah banjir setiap tahunnya.
Menurut laporan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), sekitar 352 hektar tutupan hutan di Kota Batu hilang antara tahun 2001 hingga 2021. Total, sekitar 1.295 hektar hutan telah hilang akibat alih fungsi lahan.
Laporan WALHI juga menyoroti bahwa pembangunan yang masif, termasuk perumahan dan fasilitas wisata, sering kali melanggar aturan tata ruang dan mengancam kawasan lindung mata air.
WALHI mendesak Pemerintah Kota Batu untuk membuat Peraturan Daerah RTRW yang sesuai dengan kondisi lingkungan saat ini, agar pemulihan dan pembangunan dapat berjalan seimbang.
Dalam perjalanannya menuju usia ke-23, Kota Batu telah mencapai banyak hal, dari sukses sebagai daerah agraris hingga menjadi pusat pariwisata yang terkenal.
Namun, tantangan pengelolaan lingkungan menjadi perhatian yang serius.
Dibutuhkan kebijakan pembangunan yang bijak agar Kota Batu dapat terus berkembang sebagai destinasi wisata tanpa mengorbankan keberlanjutan ekosistemnya.